Kamis, 27 November 2014

Fiqh klasik dan kontemporer



FIQH KLASIK DAN KONTEMPORER


Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih Kontemporer
Dosen : Drs. Abdul Aziz, M.Ag
Disusun Oleh:
1.     Adin Nurrakhim                      12.21.21.001
2.     Ahmad Jalal                            12.21.21.002
3.     Asih Pusposari                        12.21.21.010

JURUSAN AKHWALUS-SYAHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN) SURAKARTA
2014/2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji bagi Rabb semesta alam ini, pencipta hakiki yang senantiasa menyiapkan rencana sempurna untuk hamba-Mu ini, tak ada yang bisa hamba ucapkan selain kalimat syukur atas segala pemberian terbaik kepada hamba yang lemah ini. Puji syukurku atas-Mu yang telah memudahkan segala kesulitan, melapangkan segala kesempitan, serta memberi petunjuk atas kebuntuan.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada sang pembawa risalah kepada Nabi kita, Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini memaparkan tentang pengertian Fiqh Klasik, Fiqh kontemporer dan juga dinamikai dari Fiqh kontemporer tersebut.
Namun demikian, penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini penulis masih belum bisa mencapai kesempurnaan, maka kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Semoga apa yang telah kami upayakan ini mendapatkan ridho Allah SWT. Amin.











DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang …………………………………………………………………….
B.     Rumusan Masalah …………………………………………………………………
C.     Tujuan  …………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Fiqh Klasik dan Kontemporer  ……………………………………
B.     Dinamika Fiqh Kontemporer……………………………………………………
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………
Kesimpulan…………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fiqih (hukum) merupakan bagian dari unsur ajaran islam sebagai pedoman hidup bagi manusia terutama dalam melaksanakan tugas kekhalifannya di muka bumi. Fiqh islam cenderung berbicara tentang sesuatu yang berhubungan dengan boleh atau tidaknya sesuatu pelaksanaan amaliah, atau dengan kata lain sesuatu yang dikaitkan dengan halal-haram dalam agama yang selalu menjadi persoalan dalam proses sosialiasasi fiqh( hukum islam) bukan yang menyangkut tentang eksistensi hukum tersebut, tetapi yang sering menjadi ajang perdebatan di kalangan ulama adalah dalam hal relevansi maupun aktualiasasi hukum itu sendiri, terutama bila dikaitkan dengan tempat maupun zaman.
Akibat dari modernisasi dan kemajuan zaman, muncullah masalah-masalah baru yang sebelumnya tidak pernah terjadi sehingga perlu ditetapkan hukumnya, maka dari itu ada pemikiran mengenai fiqh kontemporer.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengertian Fiqh klasik dan Kontemporer?
2.      Bagaimana Dinamika Kontemporer?

C.     Tujuan
1.      Untuk dapat memahami apa itu Fiqh Klasik dan Kontemporer
2.      Untuk dapat memahami bagaimana Dinamika Fiqh Klasik dan Kontemporer








BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Fiqh Klasik dan Kontemporer
Fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti. Adapun fiqh menurut istilah adalah ilmu tentang hokum syara yang bersifat amali diambil dari dalil-dalil yang tafsili.[1]
DR. H. Muslim Ibrahim (Pengantar Fiqh Muqaaran) menyatakan bahwa Fiqh adalah suatu ilmu yang mengkaji hukum syara’ yaitu titah Allah yang berkaitan dengan aktivitas Mukallaf berupa tuntutan, seperti wajib, haram, sunat, makruh; atau pilihan, yaitu mubah; ataupun ketetapan, seperti sebab, syarat dan mani’, yang kesemuanya digali dari dalil-dalilnya yang rinci, seperti ijma’; Qiyas, dan lain-lain.[2]
Menurut Nur Cholis Madjid, “Fiqh” adalah pemahaman keseluruhan ajaran agama, seperti dimaksudkan dalam kitab suci; tidaklah seharusnya orang-orang yang beriman maju ( ke medan perang) semuanya. Alangkah baiknya kalau dari setiap kelompok dari mereka itu ada sebagian golongan yang pergi ( ke medan perang), agar (yang lainnya) dapat memperdalam pemahaman tentang agama, dan agar mereka ini dapat mengingatkan (mengajari) kaum mereka (yang pergi ke medan perang) bila telah kembali kepada mereka, supaya mereka itu dapat menjaga diri (dari perbuatan yang tidak benar).(At-Taubah:122).[3]
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kontemporer berarti sewaktu, semasa, pada waktu atau masa yang sama, pada masa kini,dewasa ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa fiqh kontemporer adalah tentang perkembangan pemikiran fiqh dewasa ini. Dalam hal ini yang menjadi titik acuan adalah bagaimana tanggapan dan metodologi hukum islam dalam memberikan jawaban terhadap masalah-masalah kontemporer.[4]
Adapun yang melatarbelakangi munculnya isu Fiqh Kontemporer yaitu akibat adanya  arus modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara-negara yang dihuni oleh mayoritas umat islam. Dengan adanya arus moderenisasi tersebut, mengakibatkan munculya berbagai macam perubahan dalam tatanan sosial umat islam, baik yang menyangkut ideologi, politik, sosial, budaya dan sebagainya. Berbagai perubahan tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan umat dari nilai-nilai agama.[5]
Ruang lingkup Kajian fiqh kontemporer mencakup masalah-masalah fiqh yang berhubungan dengan situasi kontemporer (modern) dan mencakup wilayah kajian dalam Al-Qur’an dan Hadits. Kajian fiqh kontemporer tersebut dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek:[6]
1.      Aspek hukum keluarga, seperti: akad nikah melalui telepon, penggunaan alat kontra sepsi, dan lain-lain.
2.      Aspek ekonomi, seperti: system bunga dalam bank, zakat profesi, asuransi, dan lain-lain.
3.      Aspek pidana, seperti: hukum pidana islam dalam sistem hukum nasional
4.      Aspek kewanitaan seperti: busana muslimah (jilbab), wanita karir, kepemimpinan wanita, dan lain-lain.
5.      Aspek medis, seperti: pencangkokan organ tubuh atau bagian organ tubuh, pembedahan mayat, euthanasia, ramalan genetika, cloning, penyebrangan jenis kelamin dari pria ke wanita atau sebaliknya, bayi tabung, percobaan-percobaan dengan tubuh manusia dan lain-lain.
6.      Aspek teknologi, seperti: menyembelih hewan secara mekanis, seruan adzan atau ikrar basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau televisi, dan lain-lain.
7.      Aspek politik (kenegaraan), seperti: yakni perdebatan tentang istilah “Negara islam”, proses pemilihan pemimpin, loyalitas kepada penguasa (kekuasaan), dan lain sebagainya.
8.      Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti: tayammum dengan selain tanah (debu), ibadah kurban dengan uang, menahan haid karena demi ibadah haji, dan lain sebagainya.
Fiqh klasik banyak berisi hukum Islam yang mengatur pelaksanaan ibadah-ibadah, yang dibebankan pada Muslim yang sudah Mukallaf yaitu kaitannya dengan lima prinsip pokok (wajib, sunnah, haram, makruh, mubah), serta yang membahas tentang hukum-hukum kemasyarakat (muamalat).
Untuk memperoleh gambaran secara komprehensif dari karakteristik fiqh ini, ada beberapa periode perkembangan fiqh, yaitu ada enam dalam perkembangan fiqh. Periode pertama, fiqh dalam era kenabian. Meskipun periode pertama ini lebih mrupakan masa turunnya syari’at, tetapi keberhasilan Nabi dan para sahabat dalam menyikapi hukum islam mampu mewariskan suatu keniscayaan bagi perkembangan kajian-kajian fiqh pada era berikutnya.
Periode Kedua adalah pada masa Khulafaurrasyidin, pada periode ini perkembangan fiqh masih tetap seperti periode pertama, meskipun ada perluasan wilayah islam dan bercampurnya orang arab dengan non arab turut mengadirkan tuntutan bagi perkembangan fiqh, kajian-kajian itu semakin intens ketika Abu Bakar berinisiatif mengumpulkan al-Qur’an dan Utsman bin Affan yang menerbitkan bacaannya. Pada saat itu mulailah terjadi dari sahabat dalam memahami nash.
Periode ketiga adalah fiqh dalam era shigar shahabat dan tabi’in. Perluasan wilayah islamya yang sendirinya menjadikan para fuqoha tersebar di seluruh daerah yang telah dibuka memberikan pengaruh tersendiri pada perkembangan fiqh. Diantara pengaruh yang terpenting adalah munculnya dua kecenderungan dalam  fiqh; kecenderungan ahli hadits di Hijas dan kecenderungan ahli Ra’yi (pemikiran) di Irak. Kedua kecenderungan ini sama-sama mengkaji fiqh dengan metodenya yang khusus dan tidak jarang melakukan tanya jawab, munadharah, diskusi dan tanggapan konstruktif sehingga memperkaya khazanah fiqh.
Periode keempat adalah fiqh dalam era keemasan. Seiring dengan perkembangan gerakan ilmiah dan kodifikasi ilmu dalam islam, Tsarwah fiqhiyyah (kekayaan fiqh) mencapai puncak keemasannya yang ditandai munculnya empat mazhab fiqh dalam islam - mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali – yang hingga kini tetap menjadi kerangka rujukan umat islam.
Masing-masing menawarkan metodologi tersendiri dan kaidah-kaidah ijtihad yang menjadi pijakan dan landasan pengambilan hukum. Meskipun kita yakin mereka tidak bermaksud membentuk madzhab-madzhab tertentu, tetapi kedalaman kajian-kajian fiqh telah teruji dalam perjalanan sejarah yang cukup panjang dan dianggap cukup representatif untuk menjadi pegangan dalam beberapa masa. Tetapi itu tidak berarti konsepsi mereka sudah final, bahkan dalam batas-batas tertentu, lahirnya madzhab ternyata sangat dipengaruhi faktor sosial budaya, politik dan kecenderungan para imam yang membentuk karakteristik, teori dan formula yang berbeda, meskipun sama-sama berpegang pada al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama, madzhab Hanafi bercorak rasional, madzhab Maliki yang cenderung tradisional, dan madzhab Syafi’i yang moderat serta madzhab Hambali yang fundamental. Bukanlah karena pembawaan kepribadian masing-masing imam itu, tetapi – seperti diuraikan oleh Dr. Farouq Abu Zaid dalam bukunya as-Syari’ah al-Islamiyyah bayn al-Muhafidhin wa al-Mujahidin - merupakan refleksi logis dari situasi kondisi masyarakat dimana hukum itu tumbuh.[7] Dalam periode ini juga mulai dirintis penulisan tafsir, hadits, fiqh dan ushul fiqh.
Periode kelima adalah fiqh dalam era jumud dan stagnasi. Lemahnya kekuasaan kaum muslimin dan terpecah-belahnya kekuatan mereka banyak mempengaruhi kemacetan dan kejumudan fiqh. Pada periode ini muncul fatwa ulama' yang terkenal bahwa “pintu ijtihad telah ditutup” dan terjadilah fanatisme yang berlebihan terhadap mazhab-mazhab tertentu. Betapapun sejarah juga mencatat jasa-jasa para fuqoha yang tidak kecil dalam memperkaya tsarwah fiqhiyyah, seperti penulisan syarh (penjelasan) dari buku-buku fiqh aimmatul madzahib (para imam madzhab), takhrij (mentahqiq haditsnya)dan tarjih (studi komparatif) antara satu madzhab dengan madzhab lainnya.
Periode keenam adalah fiqh dalam era kebangkitan kembali yang dimulai pada abad ke-13 H. Hingga sekarang ini yang diantaranya, ditandai dengan menipisnya fanatisme madzhab dan usaha keras fuqaha dan mujtahidin untuk menghidupkan kembali kajian fiqh.[8]

B.       Dinamika Fiqh Kontemporer

Perkembangan kehidupan manusia selalu berjalan sesuai dengan ruang dan waktu, dan ilmu fiqh adalah ilmu yang selalu berkembang karena tuntutan kehidupan zaman. Fiqh adalah ilmu yang sangat penting bagi kehidupan umat islam.
            Dengan semakin berkembangnya arus informasi dan jaringan komunikasi dunia, terjadi pulalah apa yang disebut dengan proses modernisasi. Modernisasi tersebut melahirkan berbagai macam bentuk perubahan baik secara struktural maupun cultural.[9]
Perubahan struktural berarti perubahan yang hanya meliputi struktur sosial belaka, yakni jalinan dan hubungan satu sama lain dari keseluruhan unsur sosial. Unsure-unsur sosial yang pokok adalah kaidah-kaidah, lembaga-lembaga, kelompok-kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan perubahan secara kultural lebih bersifat ideologis atau immaterial yakni perubahan nilai-nilai, pemikiran dan sebagainya. Dalam era modernisasi dewasa ini, salah satu aspek pemikiran yang turut mengalami tuntutan perubahan adalah di bidang hukum islam.
Mengingat hukum islam merupakan salah satu bagian ajaran agama yang terpenting, maka perlu ditegaskan di sini aspek mana yang mengalami perubahan dalam kaitannya dengan hukum islam tersebut. Karena agama dalam pengertiannnya sebagai wahyu Tuhan tidak akan berubah, tetapi tentang pemikiran manusia tentang ajarannya, terutama dalam hubungan dengan penerapannya di dalam dan di tengah-tengah masyarakat yang selalu berubah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa perubahan yang dimaksud bukanlah perubahan secara tekstual tetapi secara kontekstual. Teks Al-Qur’an tentunya tidak mengalai perubahan, tetapai pemahaman dan penerapannya dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. Karena perubahan sosial merupakan suatu proses kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka perubahan penerapan dan pemahaman ajaran islam juga harus bersifat kontinu sepanjang zaman. Dengan demikian ialam akan tetap relevan dan actual, serta mampu menjawab tantangan modernitas.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan sosial secara umum ada dua macam. Ada yang terletak di dalam masyarakat (factor intern) seperti bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk, adanya penemuan-penemuan baru, terjadinya pertentangan atau konflik dalam masyarakat dan timbulnya pemberontakan atau revolusi di dalam masyaakat itu sendiri. Dan ada pula yang bersumber dan sebagai pengaruh dari masyarakat lain (factor ekstern) seperti terjadinya peperangan dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di atas dapat menimbulkan perubahan dalam system pemikiran islam termasuk pembaharuan dalam hukum islam. Dengan demikian hukum islam akan tetap mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan zaman (modernitas). Tanpa adanya upaya pembaharuan pemikiran dimaksud tentu akan menimbulkan kesulitan  dalam kemasyarakatan hukum sebagai salah satu pilar masyarakat, sedangkan kehidupan masyarakat itu sendiri senantiasa mengalami perkembangan, maka upaya pembaharuan pemahaman hukum islam pun harus dapat mengikuti perubahan itu.
Fiqh kontemporer yang dihasilkan melalui ijtihad yang kontemporer melihat bahwa ilmu dan produk hukum fiqh sebagai sumber etika social dan kemaslahatan. Fiqh kontemporer membagi fiqh menjadi tiga bagian: pertama, kemaslahatan yang bersifat primer; yaitu kemaslahatan yang harus menjadi acuan utama bagi implentasi syari’ah islam. Sebab jika tidak, maka akan terjadi ketimpangan dan ketidakadilan yang menyebabkan ambruknya tatanan social. Kedua, kemaslahatan sekunder. Yaitu kemaslahatan yang tidak mengakibatkan ambruknya tatanan social dan hukum, melainkan sebagai upaya untuk meringankan bagi pelaksana sebuah hukum. Ketiga, kemaslahatan suplementer. Yaitu kemaslahatan yang memberikan perhatian pada masalah etika dan estetika. Dari keterangan diatas, menunjukkan betapa pentingnya dalam merekonstruksi fiqh klasik menjadi sebuah keilmuan fiqh yang lebih terbuka dan progresif, demi tercapainya pemahaman teologi yang bersifat empiris, pluralis, dan egaliter. Karna dengan pemikiran yang seperti inilah diharapkan fiqh klasik yang terkesan out of date dapat disegarkan kembali dengan pola-pola pemikiran yang lebih eksklusif, sehingga sedapat mungkin mampu menjawab problem-problem keumatan islam, sehingga dalam setiap langkah pengerjaan terhadap syari’ah islam yang dilakukan mereka(kaum muslimin) dapat dilakukan dengan niatan yang pasti dan jelas serta agar mereka tidak terbelenggu dengan aturan-aturan yang ada di dalam keilmuan fiqh tersebut.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Latar belakang munculnya isu Fiqh kontemporer yaitu akibat adanya  arus modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara- Negara yang dihuni oleh mayoritas umat islam. Modernisasi tersebut melahirkan berbagai macam bentuk perubahan baik secara struktural maupun kultural.
            Teks Al-Qur’an tentunya tidak mengalai perubahan, tetapi pemahaman dan penerapannya dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. Karena perubanhan sosial merupakan suatu proses kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka perubahan penerapan dan pemahaman ajaran islam juga harus bersifat kontinu sepanjang zaman. Dengan demikian islam akan tetap relevan dan aktual, serta mampu menjawab tantangan modernitas.
            Ruang lingkup fiqh kontemporer meliputi aspek hukum keluarga, aspek ekonomi, aspek pidana, aspek kewanitaan, aspek medis, aspek teknologi, aspek politik (kenegaraan), dan aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah.
            Sifat dinamis dan terbuka terhadap perubahan ini sebagai konsekuensi logis dari tugas fiqh, yang harus selalu berusaha menyelaraskan problema kemanusiaan yang terus berkembang dengan pesat dan akseleratif dengan dua sumber rujukan utamanya yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
            Kompleksitas persoalan-persolan baru yang muncul di masa kini tentunya akan membutuhkan pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai agama. Di sinilah letak betapa pentingnya rumusan ideal moral maupun formal dari fiqh kontemporer tersebut.






DAFTAR PUSTAKA
Azhar, Muhammad. 1996. Fiqh Kontemporer dalam pandangan Aliran Neomodernisme Islam. Yogyakarta: Lesiska.
Sirry, Mun’im. 1996. Sejarah Fiqih Islam: Sebuah Pengantar, Surabaya: Risalah Gusti.
Yafie, Ali. 1996. Sejarah Fiqih Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Yanggo, Huzaimah Tahido. 2005. Masail Fiqhiyah. Bandung: Angkasa.
Umar, Hasbi. 2007. Nalar Fiqh Kontemporer. Jakarta: Persada Press
Anwar, Syahrul.2010. Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh. Bogor: Ghalia Indonesia.







[1] Anwar, Syahrul, Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hal. 13
[2] Muhammad Azhar, Fiqh Kontemporer dalam pandangan aliran neomodernisme, (Yogyakarta: Lesiska, 1996), hal.4
[3] Ibid, hal. 8
[4] Ibid, 10
[5] Ibid, hal. 16
[6] Ibid, hal.  22
[7] Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam: Sebuah Pengantar, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hal. 62-63

[8] Ibid, hal. 19-21

[9]Ibid, hal. 57

3 Komentar:

Pada 9 April 2015 pukul 20.50 , Blogger Unknown mengatakan...

makasih . . .

 
Pada 18 Oktober 2018 pukul 06.19 , Blogger DR. SYAHRUL ANWAR, M.AG mengatakan...

mudahan bermanfaat

 
Pada 24 Agustus 2019 pukul 16.31 , Blogger Unknown mengatakan...

Terima kasih atas tulisan ini...izin untuk d simpan.. jazaa kumullahu.

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda