Fiqh klasik dan kontemporer
FIQH
KLASIK DAN KONTEMPORER
Disusun Untuk Memenuhi
Tugas
Mata
Kuliah : Fiqih Kontemporer
Dosen : Drs. Abdul Aziz, M.Ag
Disusun
Oleh:
1.
Adin
Nurrakhim 12.21.21.001
2.
Ahmad
Jalal 12.21.21.002
3.
Asih
Pusposari 12.21.21.010
JURUSAN AKHWALUS-SYAHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN) SURAKARTA
2014/2015
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin,
Segala puji bagi Rabb semesta alam ini, pencipta hakiki yang senantiasa
menyiapkan rencana sempurna untuk hamba-Mu ini, tak ada yang bisa hamba ucapkan
selain kalimat syukur atas segala pemberian terbaik kepada hamba yang lemah
ini. Puji
syukurku atas-Mu yang telah memudahkan segala kesulitan, melapangkan segala
kesempitan, serta memberi petunjuk atas kebuntuan.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada
sang pembawa risalah kepada Nabi kita, Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini memaparkan tentang pengertian Fiqh
Klasik, Fiqh kontemporer dan juga dinamikai dari Fiqh kontemporer tersebut.
Namun demikian, penulis menyadari bahwa dalam
menyusun makalah ini penulis masih belum bisa mencapai kesempurnaan, maka
kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Semoga apa yang telah kami upayakan ini mendapatkan
ridho Allah SWT. Amin.
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………..
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang …………………………………………………………………….
B.
Rumusan
Masalah …………………………………………………………………
C.
Tujuan …………………………………………………………………………….
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Fiqh Klasik dan Kontemporer ……………………………………
B.
Dinamika
Fiqh Kontemporer……………………………………………………
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………
Kesimpulan…………………………………………………………………………..
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqih (hukum) merupakan bagian dari unsur ajaran islam
sebagai pedoman hidup bagi manusia terutama dalam melaksanakan tugas
kekhalifannya di muka bumi. Fiqh islam cenderung berbicara tentang sesuatu yang
berhubungan dengan boleh atau tidaknya sesuatu pelaksanaan amaliah, atau dengan
kata lain sesuatu yang dikaitkan dengan halal-haram dalam agama yang selalu
menjadi persoalan dalam proses sosialiasasi fiqh( hukum islam) bukan yang menyangkut
tentang eksistensi hukum tersebut, tetapi yang sering menjadi ajang perdebatan
di kalangan ulama adalah dalam hal relevansi maupun aktualiasasi hukum itu
sendiri, terutama bila dikaitkan dengan tempat maupun zaman.
Akibat
dari modernisasi dan kemajuan zaman, muncullah masalah-masalah baru yang
sebelumnya tidak pernah terjadi sehingga perlu ditetapkan hukumnya, maka dari
itu ada pemikiran mengenai fiqh kontemporer.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
pengertian Fiqh klasik dan Kontemporer?
2.
Bagaimana
Dinamika Kontemporer?
C.
Tujuan
1.
Untuk
dapat memahami apa itu Fiqh Klasik dan Kontemporer
2.
Untuk
dapat memahami bagaimana Dinamika Fiqh Klasik dan Kontemporer
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Fiqh Klasik dan Kontemporer
Fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti. Adapun fiqh
menurut istilah adalah ilmu tentang hokum syara yang bersifat amali diambil
dari dalil-dalil yang tafsili.[1]
DR. H. Muslim Ibrahim (Pengantar Fiqh Muqaaran)
menyatakan bahwa Fiqh
adalah suatu ilmu
yang mengkaji hukum syara’ yaitu titah Allah yang berkaitan dengan aktivitas
Mukallaf berupa tuntutan, seperti wajib, haram, sunat, makruh; atau pilihan,
yaitu mubah; ataupun ketetapan, seperti sebab, syarat dan mani’, yang
kesemuanya digali dari dalil-dalilnya yang rinci, seperti ijma’; Qiyas, dan
lain-lain.[2]
Menurut Nur Cholis Madjid, “Fiqh” adalah pemahaman
keseluruhan ajaran agama, seperti dimaksudkan dalam kitab suci; tidaklah
seharusnya orang-orang yang beriman
maju ( ke medan perang) semuanya. Alangkah baiknya kalau dari setiap kelompok
dari mereka itu ada sebagian golongan yang pergi ( ke medan perang), agar (yang
lainnya) dapat memperdalam pemahaman tentang agama, dan agar mereka ini dapat
mengingatkan (mengajari) kaum mereka (yang pergi ke medan perang) bila telah
kembali kepada
mereka, supaya mereka itu dapat menjaga diri (dari perbuatan yang tidak
benar).(At-Taubah:122).[3]
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kontemporer berarti sewaktu,
semasa, pada waktu atau masa yang sama, pada masa kini,dewasa ini. Jadi dapat
disimpulkan bahwa fiqh kontemporer adalah tentang perkembangan pemikiran fiqh
dewasa ini. Dalam hal ini yang menjadi titik acuan adalah bagaimana tanggapan
dan metodologi hukum islam dalam memberikan jawaban terhadap masalah-masalah
kontemporer.[4]
Adapun yang melatarbelakangi
munculnya isu Fiqh Kontemporer yaitu akibat adanya arus modernisasi
yang meliputi hampir sebagian besar Negara-negara yang dihuni oleh mayoritas
umat islam. Dengan adanya arus moderenisasi tersebut, mengakibatkan munculya
berbagai macam perubahan dalam tatanan sosial umat islam, baik yang menyangkut
ideologi, politik, sosial, budaya dan sebagainya. Berbagai perubahan tersebut
seakan-akan cenderung menjauhkan umat dari nilai-nilai agama.[5]
Ruang lingkup Kajian fiqh
kontemporer mencakup masalah-masalah fiqh yang berhubungan dengan situasi kontemporer
(modern) dan mencakup wilayah kajian dalam Al-Qur’an dan Hadits. Kajian fiqh
kontemporer tersebut dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek:[6]
1.
Aspek hukum
keluarga, seperti: akad nikah melalui telepon, penggunaan alat kontra sepsi,
dan lain-lain.
2.
Aspek ekonomi,
seperti: system bunga dalam bank, zakat profesi, asuransi, dan lain-lain.
3.
Aspek pidana,
seperti: hukum pidana islam dalam sistem hukum nasional
4.
Aspek kewanitaan
seperti: busana muslimah (jilbab), wanita karir, kepemimpinan wanita, dan lain-lain.
5.
Aspek medis,
seperti: pencangkokan organ tubuh atau bagian organ tubuh, pembedahan mayat,
euthanasia, ramalan genetika, cloning, penyebrangan jenis kelamin dari pria ke
wanita atau sebaliknya, bayi tabung, percobaan-percobaan dengan tubuh manusia
dan lain-lain.
6.
Aspek teknologi,
seperti: menyembelih hewan secara mekanis, seruan adzan atau ikrar basmalah
dengan kaset, makmum kepada radio atau televisi, dan lain-lain.
7.
Aspek politik
(kenegaraan), seperti: yakni perdebatan tentang istilah “Negara islam”, proses
pemilihan pemimpin, loyalitas kepada penguasa (kekuasaan), dan lain sebagainya.
8.
Aspek yang
berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti: tayammum dengan selain tanah
(debu), ibadah kurban dengan uang, menahan haid karena demi ibadah haji, dan
lain sebagainya.
Fiqh klasik banyak berisi hukum Islam yang mengatur pelaksanaan
ibadah-ibadah, yang dibebankan pada Muslim yang sudah Mukallaf yaitu kaitannya
dengan lima prinsip pokok (wajib, sunnah, haram, makruh, mubah), serta yang
membahas tentang hukum-hukum kemasyarakat (muamalat).
Untuk memperoleh gambaran secara komprehensif dari karakteristik fiqh ini,
ada beberapa periode perkembangan fiqh, yaitu ada enam dalam perkembangan
fiqh. Periode pertama, fiqh dalam era kenabian. Meskipun periode
pertama ini lebih mrupakan masa turunnya syari’at, tetapi keberhasilan Nabi dan
para sahabat dalam menyikapi hukum islam mampu mewariskan suatu keniscayaan
bagi perkembangan kajian-kajian fiqh pada era berikutnya.
Periode Kedua adalah pada masa Khulafaurrasyidin, pada periode
ini perkembangan fiqh masih tetap seperti periode pertama, meskipun ada
perluasan wilayah islam dan bercampurnya orang arab dengan non arab turut
mengadirkan tuntutan bagi perkembangan fiqh, kajian-kajian itu semakin intens
ketika Abu Bakar berinisiatif mengumpulkan al-Qur’an dan Utsman bin Affan yang
menerbitkan bacaannya. Pada saat itu mulailah terjadi dari sahabat dalam
memahami nash.
Periode ketiga adalah fiqh dalam era shigar shahabat dan tabi’in.
Perluasan wilayah islamya yang sendirinya menjadikan para fuqoha tersebar di
seluruh daerah yang telah dibuka memberikan pengaruh tersendiri pada
perkembangan fiqh. Diantara pengaruh yang terpenting adalah munculnya dua
kecenderungan dalam fiqh; kecenderungan ahli hadits di Hijas dan kecenderungan
ahli Ra’yi (pemikiran) di Irak. Kedua kecenderungan ini
sama-sama mengkaji fiqh dengan metodenya yang khusus dan tidak jarang melakukan
tanya jawab, munadharah, diskusi dan tanggapan konstruktif sehingga
memperkaya khazanah fiqh.
Periode keempat adalah fiqh dalam era keemasan. Seiring
dengan perkembangan gerakan ilmiah dan kodifikasi ilmu dalam islam, Tsarwah
fiqhiyyah (kekayaan fiqh) mencapai puncak keemasannya yang ditandai
munculnya empat mazhab fiqh dalam islam - mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali
– yang hingga kini tetap menjadi kerangka rujukan umat islam.
Masing-masing menawarkan metodologi tersendiri dan kaidah-kaidah ijtihad
yang menjadi pijakan dan landasan pengambilan hukum. Meskipun kita yakin mereka
tidak bermaksud membentuk madzhab-madzhab tertentu, tetapi kedalaman
kajian-kajian fiqh telah teruji dalam perjalanan sejarah yang cukup panjang dan
dianggap cukup representatif untuk menjadi pegangan dalam beberapa masa. Tetapi
itu tidak berarti konsepsi mereka sudah final, bahkan dalam batas-batas
tertentu, lahirnya madzhab ternyata sangat dipengaruhi faktor sosial budaya,
politik dan kecenderungan para imam yang membentuk karakteristik, teori dan
formula yang berbeda, meskipun sama-sama berpegang pada al-Qur’an dan Sunnah
sebagai sumber utama, madzhab Hanafi bercorak rasional, madzhab Maliki yang
cenderung tradisional, dan madzhab Syafi’i yang moderat serta madzhab Hambali
yang fundamental. Bukanlah karena pembawaan kepribadian masing-masing imam itu,
tetapi – seperti diuraikan oleh Dr. Farouq Abu Zaid dalam bukunya as-Syari’ah
al-Islamiyyah bayn al-Muhafidhin wa al-Mujahidin - merupakan refleksi
logis dari situasi kondisi masyarakat dimana hukum itu tumbuh.[7]
Dalam periode ini juga mulai dirintis penulisan tafsir, hadits, fiqh dan ushul
fiqh.
Periode kelima adalah fiqh dalam era jumud dan stagnasi. Lemahnya kekuasaan
kaum muslimin dan terpecah-belahnya kekuatan mereka banyak mempengaruhi
kemacetan dan kejumudan fiqh. Pada periode ini muncul fatwa ulama' yang
terkenal bahwa “pintu ijtihad telah ditutup” dan terjadilah fanatisme yang
berlebihan terhadap mazhab-mazhab tertentu. Betapapun sejarah juga mencatat
jasa-jasa para fuqoha yang tidak kecil dalam memperkaya tsarwah
fiqhiyyah, seperti penulisan syarh (penjelasan) dari
buku-buku fiqh aimmatul madzahib (para imam madzhab), takhrij (mentahqiq
haditsnya)dan tarjih (studi komparatif) antara satu madzhab
dengan madzhab lainnya.
Periode keenam adalah fiqh dalam era kebangkitan kembali yang dimulai pada
abad ke-13 H. Hingga sekarang ini yang diantaranya, ditandai dengan menipisnya
fanatisme madzhab dan usaha keras fuqaha dan mujtahidin untuk menghidupkan
kembali kajian fiqh.[8]
B.
Dinamika
Fiqh Kontemporer
Perkembangan kehidupan
manusia selalu berjalan sesuai dengan ruang dan waktu, dan ilmu fiqh adalah
ilmu yang selalu berkembang karena tuntutan kehidupan zaman. Fiqh adalah ilmu
yang sangat penting bagi kehidupan umat islam.
Dengan
semakin berkembangnya arus informasi dan jaringan komunikasi dunia, terjadi
pulalah apa yang disebut dengan proses modernisasi. Modernisasi tersebut
melahirkan berbagai macam bentuk perubahan baik secara struktural maupun cultural.[9]
Perubahan struktural berarti perubahan yang hanya meliputi struktur sosial
belaka, yakni jalinan dan hubungan satu sama lain dari keseluruhan unsur
sosial. Unsure-unsur sosial yang pokok adalah kaidah-kaidah, lembaga-lembaga,
kelompok-kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan perubahan secara kultural lebih
bersifat ideologis atau immaterial yakni perubahan nilai-nilai, pemikiran dan
sebagainya. Dalam era modernisasi dewasa ini, salah satu aspek pemikiran yang
turut mengalami tuntutan perubahan adalah di bidang hukum islam.
Mengingat hukum islam merupakan salah satu bagian ajaran agama yang
terpenting, maka perlu ditegaskan di sini aspek mana yang mengalami perubahan
dalam kaitannya dengan hukum islam tersebut. Karena agama dalam pengertiannnya
sebagai wahyu Tuhan tidak akan berubah, tetapi tentang pemikiran manusia
tentang ajarannya, terutama dalam hubungan dengan penerapannya di dalam dan di
tengah-tengah masyarakat yang selalu berubah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa perubahan yang dimaksud bukanlah perubahan
secara tekstual tetapi secara kontekstual. Teks Al-Qur’an tentunya tidak
mengalai perubahan, tetapai pemahaman dan penerapannya dapat disesuaikan dengan
konteks perkembangan zaman. Karena perubahan sosial merupakan suatu proses
kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka perubahan penerapan dan
pemahaman ajaran islam juga harus bersifat kontinu sepanjang zaman. Dengan
demikian ialam akan tetap relevan dan actual, serta mampu menjawab tantangan
modernitas.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan sosial
secara umum ada dua macam. Ada yang terletak di dalam masyarakat (factor
intern) seperti bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk, adanya
penemuan-penemuan baru, terjadinya pertentangan atau konflik dalam masyarakat dan
timbulnya pemberontakan atau revolusi di dalam masyaakat itu sendiri. Dan ada
pula yang bersumber dan sebagai pengaruh dari masyarakat lain (factor ekstern)
seperti terjadinya peperangan dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di atas dapat menimbulkan perubahan dalam
system pemikiran islam termasuk pembaharuan dalam hukum islam. Dengan demikian
hukum islam akan tetap mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan zaman
(modernitas). Tanpa adanya upaya pembaharuan pemikiran dimaksud tentu akan
menimbulkan kesulitan dalam kemasyarakatan hukum sebagai salah satu
pilar masyarakat, sedangkan kehidupan masyarakat itu sendiri senantiasa
mengalami perkembangan, maka upaya pembaharuan pemahaman hukum islam pun harus
dapat mengikuti perubahan itu.
Fiqh kontemporer
yang dihasilkan melalui ijtihad yang kontemporer melihat bahwa ilmu dan produk
hukum fiqh sebagai sumber etika social dan kemaslahatan. Fiqh kontemporer
membagi fiqh menjadi tiga bagian: pertama, kemaslahatan yang bersifat primer;
yaitu kemaslahatan yang harus menjadi acuan utama bagi implentasi syari’ah
islam. Sebab jika tidak, maka akan terjadi ketimpangan dan ketidakadilan yang
menyebabkan ambruknya tatanan social. Kedua, kemaslahatan sekunder. Yaitu kemaslahatan
yang tidak mengakibatkan ambruknya tatanan social dan hukum, melainkan sebagai
upaya untuk meringankan bagi pelaksana sebuah hukum. Ketiga, kemaslahatan
suplementer. Yaitu kemaslahatan yang memberikan perhatian pada masalah etika
dan estetika. Dari keterangan diatas, menunjukkan betapa pentingnya dalam
merekonstruksi fiqh klasik menjadi sebuah keilmuan fiqh yang lebih terbuka dan
progresif, demi tercapainya pemahaman teologi yang bersifat empiris, pluralis,
dan egaliter. Karna dengan pemikiran yang seperti inilah diharapkan fiqh klasik
yang terkesan out of date dapat disegarkan kembali dengan pola-pola pemikiran
yang lebih eksklusif, sehingga sedapat mungkin mampu menjawab problem-problem
keumatan islam, sehingga dalam setiap langkah pengerjaan terhadap syari’ah
islam yang dilakukan mereka(kaum muslimin) dapat dilakukan dengan niatan yang
pasti dan jelas serta agar mereka tidak terbelenggu dengan aturan-aturan yang
ada di dalam keilmuan fiqh tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Latar
belakang munculnya isu Fiqh kontemporer yaitu akibat adanya arus
modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara- Negara yang dihuni oleh
mayoritas umat islam. Modernisasi tersebut melahirkan berbagai macam bentuk
perubahan baik secara struktural maupun kultural.
Teks
Al-Qur’an tentunya tidak mengalai perubahan, tetapi pemahaman dan penerapannya
dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. Karena perubanhan sosial
merupakan suatu proses kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka
perubahan penerapan dan pemahaman ajaran islam juga harus bersifat kontinu
sepanjang zaman. Dengan demikian islam akan tetap relevan dan aktual, serta
mampu menjawab tantangan modernitas.
Ruang
lingkup fiqh kontemporer meliputi aspek hukum keluarga, aspek ekonomi, aspek
pidana, aspek kewanitaan, aspek medis, aspek teknologi, aspek politik
(kenegaraan), dan aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah.
Sifat
dinamis dan terbuka terhadap perubahan ini sebagai konsekuensi logis dari tugas
fiqh, yang harus selalu berusaha menyelaraskan problema kemanusiaan yang terus
berkembang dengan pesat dan akseleratif dengan dua sumber rujukan utamanya
yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Kompleksitas
persoalan-persolan baru yang muncul di masa kini tentunya akan membutuhkan
pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai agama. Di sinilah letak betapa
pentingnya rumusan ideal moral maupun formal dari fiqh kontemporer tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Azhar,
Muhammad. 1996. Fiqh Kontemporer dalam
pandangan Aliran Neomodernisme Islam. Yogyakarta: Lesiska.
Sirry, Mun’im. 1996. Sejarah
Fiqih Islam: Sebuah Pengantar, Surabaya: Risalah Gusti.
Yafie, Ali. 1996. Sejarah Fiqih Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Yanggo, Huzaimah Tahido. 2005. Masail Fiqhiyah. Bandung: Angkasa.
Umar, Hasbi. 2007. Nalar Fiqh
Kontemporer. Jakarta: Persada Press
Anwar, Syahrul.2010. Ilmu
Fiqh & Ushul Fiqh. Bogor: Ghalia Indonesia.
[1] Anwar, Syahrul, Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, (Bogor : Ghalia
Indonesia, 2010), hal. 13
[2] Muhammad
Azhar, Fiqh Kontemporer dalam pandangan
aliran neomodernisme, (Yogyakarta: Lesiska, 1996), hal.4
[3]
Ibid, hal. 8
[4]
Ibid, 10
[5]
Ibid, hal. 16
[7]
Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam: Sebuah Pengantar, (Surabaya:
Risalah Gusti, 1996), hal. 62-63
[8] Ibid, hal.
19-21
[9]Ibid,
hal. 57
3 Komentar:
makasih . . .
mudahan bermanfaat
Terima kasih atas tulisan ini...izin untuk d simpan.. jazaa kumullahu.
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda